makalah PAI_Manusia dalam Pandangan Agama

Manusia dalam Pandangan Agama
Dosen Pengampu: Ali Shodiqin













Disusun oleh :
Ø  NINIK NUZULUL HIDAYAH : 17033006
Ø  MUHAMMAD ZAINUL MUJAHIDIN : 17033007
Ø  ERNANDA TYAS AYUNINGRUM: 17033004

UNIVERSITAS ISLAM DARUL ‘ULUM LAMONGAN
FAKULTAS KEGURUAN dan ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS

2017













KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah  ini sebatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Dan juga kami berterima kasih pada Aba Ali Shodiqin, selaku Dosen mata kuliah pendidikan agama islam yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
      Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan.
     
 Adapun makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber yang berkaitan dengan agama Islam serta infomasi dari media massa yang berhubungan dengan tema. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa akan datang.


Lamongan, 18 Oktober 2017


Penulis





















Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang misterius dan sangat menarik.karena semakin dikaji semakin terungkap betapa banyak hal-hal mengenai manusia yang belum terungkapkan. Dan dikatakan menarik karena manusia sebagai subjek sekaligus sebagai objek kajian yang tiada henti-hentinya terus dilakukan manusia khusunya para ilmuwan. Oleh karena itu manusia telah menjadi sasaran studi sejak dulu, kini dan kemudian hari. Para ahli telah mengkaji manusia menurut bidang studinya masing-masing, dan sampai sekarang para ahli belum mencapai kata sepakat tentang manusia. Ini terbukti dari banyaknya penamaan manusia, misalnya homo sapien ( manusia berakal ), homo economicus ( manusia ekonomi ), yang kadang kala disebut economic animal ( binatang economi ), dan sebagainya.
Manusia dalam pandangan Islam terdiri atas dua unsur, yakni jasmani dan rohani. Jasmani manusia bersifat materi yang berasal dari unsur unsur saripati tanah. Sedangkan roh manusia merupakan substansi immateri berupa ruh. Ruh yang bersifat immateri itu ada dua daya, yaitu daya pikir (akal) yang bersifat di otak, serta daya rasa (kalbu). Keduanya merupakan substansi dari roh manusia. 
Seperti yang dinyatakan Allah didalamAl-Quran :
Artinya :
“ Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Meraka itulah orang-orang yang lalai. ” (QS.Al-A’raf 7:179)
Sesunguhnya manusia itu diciptakan oleh Allah dalam bentuk yang sempurna dan bagus, dan manusia diciptakan sebagai kholifah Allah di Bumi, dan telah dijadikan Bumi seisinya untuk tunduk kepada manusia.
Allah Befirman :
Artinya :
"Sungguh Kami telah ciptakan manusia dalam bentuk yang sempurna" (Q.S At-Tiin:5)
Untuk pengetahuan telah membuktikan bahwa benar adanya jika manusia itu sebenarnya dari tanah. Tanpa adanya tanah tidak mungkin manusia bisa tumbuh. semua makanan yang ada, pada awalnya adalah dari tanah.


1.2 Tujuan
1.      Mengetahui asal usul manusia dalam pandangan agama.
2.      Mengetahui pengertian dari kata Basyar – Kholifah.
3.      Mengetahui pengertian dari kalimat Hamba Allah.

Manfaat yang bisa kita ambil dari penulisan makalah yang berjudul “Manusia dalam Pandangan Agama” ini yaitu pembaca diharapkan bisa mengetahui dan mempelajari tentang bagaimana manusia diciptakan oleh Allah SWT mulai dari sari pati tanah hingga menjadi wujud manusia sempurna daripada makhluk ciptaan-NYA yang lain.

1.4 Rumusan Masalah
Adapaun beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain, sebagai berikut:
1.      Bagaimana asal usul manusia dalam pandangan agama ?
2.      Apa  maksud dari kata Basyar - Kholifah?
3.      Apa maksud dari kalimat Hamba Allah?















2.1 Penjelasan Manusia dalam Pandangan Agama
        Manusia diciptakan Allah Swt. Berasal dari saripati tanah, lalu menjadi nutfah, alaqah, dan mudgah sehingga akhirnya menjadi makhluk yang paling sempurna yang memiliki berbagai kemampuan. Oleh karena itu, manusia wajib bersyukur atas karunia yang telah diberikan Allah Swt.
Al-Quran tidak menjelaskan asal-usul kejadian manusia secara rinci. Dalam hal ini al-Quran hanya menjelaskan mengenai prinsip-prinsipnya saja. Ayat-ayat mengenai hal tersebut terdapat dalam surat Nuh 17, Ash-Shaffat 11, Al-Mukminuun 12-13, Ar-Rum 20, Ali Imran 59, As-Sajdah 7-9, Al-Hijr 28, dan Al-Hajj 5.
Al-Quran menerangkan bahwa manusia berasal tanah dengan mempergunakan bermacam-macam istilah, seperti : Turab, Thien, Shal-shal, dan Sualalah. Hal ini dapat diartikan bahwa jasad manusia diciptakan Allah dari bermacam-macam unsure kimiawi yang terdapat dari tanah. Adapun tahapan-tahapan dalam proses selanjutnya, al-Quran tidak menjelaskan secara rinci. Manusia yang sekarang ini, prosesnya dapat diamati meskipun secara bersusah payah. Berdasarkan pengamatan yang mendalam dapat diketahui bahwa manusia dilahirkan ibu dari rahimnya yang proses penciptaannya dimulai sejak pertemuan antara permatozoa dengan ovum.
Dengan demikian al-Quran tidak berbicara tentang proses penciptaan manusia pertama. Yang dibicarakan secara terinci namun dalam ungkapan yang tersebar adalah proses terciptanya manusia dari tanah, saripati makanan, air yang kotor yang keluar dari tulang sulbi, alaqah, berkembang menjadi mudgah, ditiupkannya ruh, kemudian lahir ke dunia setelah berproses dalam rahim ibu. Ayat berserak, tetapi dengan bantuan ilmu pengetahuan dapat dipahami urutannya. Dengan demikian, pemahaman ayat akan lebih sempurna jika ditunjang dengan ilmu pengetahuan.
Manusia adalah mahluk paling sempurna yang pernah diciptakan oleh Allah SWT. Kesempurnaan yang dimiliki oleh manusia merupakan suatu konsekuensi fungsi dan tugas mereka sebagai khalifah dimuka bumi ini. Al-Quran menerangkan bahwa manusia berasal tanah dengan mempergunakan bermacam-macam istilah, seperti : Turab, Thien, Shal-shal, dan Sualalah.
Hal ini dapat diartikan bahwa jasad manusia diciptakan Allah dari bermacam-macam unsur kimiawi yang terdapat dari tanah. Adapun tahapan-tahapan dalam proses selanjutnya, Al-Quran tidak menjelaskan secara rinci. Akan tetapi hampir sebagian besar para ilmuwan berpendapat membantah bahwa manusia berawal dari sebuah evolusi dari seekor binatang sejenis kera, konsep-konsep tersebut hanya berkaitan dengan bidang studi biologi. Anggapan ini tentu sangat keliru sebab teori ini ternyata lebih dari sekadar konsep biologi. Teori evolusi telah menjadi pondasi sebuah filsafat yang menyesatkan sebagian besar manusia. Dalam hal ini membuat kita para manusia kehilangan harkat dan martabat kita yang diciptakan sebagai mahluk yang sempurna dan paling mulia.
Walaupun manusia berasal dari materi alam dan dari kehidupan yang terdapat di dalamnya, tetapi manusia berbeda dengan makhluk lainnya dengan perbedaan yang sangat besar karena adanya karunia Allah yang diberikan kepadanya yaitu akal dan pemahaman. Itulah sebab dari adanya penundukkan semua yang ada di alam ini untuk manusia, sebagai rahmat dan karunia dari Allah SWT. {“Allah telah menundukkan bagi kalian apa-apa yang ada di langit dan di bumi semuanya.”}(Q. S. Al-Jatsiyah: 13). {“Allah telah menundukkan bagi kalian matahari dan bulan yang terus menerus beredar. Dia juga telah menundukkan bagi kalian malam dan siang.”}(Q. S. Ibrahim: 33). {“Allah telah menundukkan bahtera bagi kalian agar dapat berlayar di lautan atas kehendak-Nya.”}(Q. S. Ibrahim: 32), dan ayat lainnya yang menjelaskan apa yang telah Allah karuniakan kepada manusia berupa nikmat akal dan pemahaman serta derivat (turunan) dari apa-apa yang telah Allah tundukkan bagi manusia itu sehingga mereka dapat memanfaatkannya sesuai dengan keinginan mereka, dengan berbagai cara yang mampu mereka lakukan. Kedudukan akal dalam Islam adalah merupakan suatu kelebihan yang diberikan Allah kepada manusia dibanding dengan makhluk-makhluk-Nya yang lain. Dengannya, manusia dapat membuat hal-hal yang dapat mempermudah urusan mereka di dunia. Namun, segala yang dimiliki manusia tentu ada keterbatasan-keterbatasan sehingga ada pagar-pagar yang tidak boleh dilewati.
Dengan demikian, manusia adalah makhluk hidup. Di dalam diri manusia terdapat apa-apa yang terdapat di dalam makhluk hidup lainnya yang bersifat khsusus. Dia berkembang, bertambah besar, makan, istirahat, melahirkan dan berkembang biak, menjaga dan dapat membela dirinya, merasakan kekurangan dan membutuhkan yang lain sehingga berupaya untuk memenuhinya. Dia memiliki rasa kasih sayang dan cinta.



2.2 Pengertian Basyar – Khalifah
*      BASYAR
            Kata basyar terambil dari akar kata yang pada mulanya berarti penampakan sesuatu dengan baik dan indah. Dari akar kata yang sama lahir kata basyarah yang berarti kulit. Manusia dinamai basyar karena kulitnya nampak jelas, dan berbeda dengan kulit makhluk yang lain.
Dengan demikian istilah basyar merupakan gambaran manusia secara materi yang dapat dilihat, memakan sesuatu, berjalan, dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia dalam pengertian ini disebutkan di dalam al-Qur’an sebanyak 35 kali dalam berbagai surat 25 kali diantaranya berbicara tentang “kemanusiaan” para rasul dan nabi, 13 ayat di antaranya menggambarkan polemik para rasul dan nabi dengan orang-orang kafir yang isinya keengganan mereka terhadap apa yang dibawa oleh para nabi dan rasul, sebab menurut mereka nabi dan rasul adalah manusia biasa seperti mereka.Diantaranya terdapat dalam surat al-Abiya’: 2-3, al-kahfi: 110, Ibrahim: 10, hud: 26, al-Mukminun: 24 dan 33, as-Syu’ara’: 93, yasin: 15, Al-Isra: 93 dan lain-lain. Dalam ayat-ayat tersebut terlihat bahwa manusia dalam arti basyar adalah manusia dengan sifat-sifat kematerianya.

·         Al-basyar dapat diklasifikasikan menjadi 6 bagian, yaitu:
1. Menggambarkan Dimensi Fisik Manusia
Ada satu ayat yang menyebutkan basyar dalam pengertian kulit manusia, yaitu (Neraka Saqar) akan membakar kulit manusia/lawwahah li al-basyar (Q.S Al Muddathir : 27-29)
2. Menyatakan Seorang Nabi adalah Basyar
Ada 23 ayat yang menyatakan bahwa kata basyar dipakai oleh Alquran yang berhubungan dengan dengan Nabi dan kenabian, dan 12 diantaranya menyatakan bahwa seorang nabi adalah basyar, yaitu secara lahiriah mempunyai ciri yang sama yaitu makan dan minum dari bahan yang sama. Antara lain dinyatakan, bahwa para pemuka orang-orang yang kafir dan mendustakan akan menemui hari akhirat: basyar mitslukum
(Q.S Surat Al Mu’minun:33-34, Ibrahim : 10-11, Al Kahfi: 110, Al Anbiya: 3, Al Mu’minun: 24, Ash Syuara: 154 & 186, Yaasiin: 15, Fussilat: 6 dan Al Hud: 27). Basyar mitslukum tersebut ditafsirkan oleh al-Naisaburi sebagai Adami atau anak keturunan Adam yang tidak punya kelebihan apapun atas anak Adam (manusia) lainnya. Namun ayat ini jelas hanyalah klaim orang-orang kafir.
3.Menyatakan tentang Kenabian
Ayat yang menyatakan kata basyar dipakai oleh Alquran dalam kaitannya dengan kenabian sebanyak 11 buah, Tidak wajar bagi seorang manusia (basyar) yang Allah berikan kepadanya al-Kitab, hikmah dan kenabian, lalu ia berkata kepada manusia: “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah” (Q.S. Ali Imran: 79. Al An’am: 91, As Syuara: 51, Al Muddathir: 31, Yusuf: 31, Al Isra’: 93-94, Al Mu’minun: 34, dan Al Qamar: 24). al-Thabathaba’i (1972: 275) menafsirkan, tidak patut bagi seorang manusia (dalam hal ini Nabi) yang diberikan Tuhan karunia yang berlimpah, lalu memproklamirkan dirinya agar disembah, hanya karena ia diberikan al-Kitab, hikmah dan kenabian.
4. Menunjukkan Persentuhan Laki-laki dan Perempuan
Ada 2 ayat yang menyebutkan kata basyar dalam kaitannya dengan per-sentuhan antara laki-laki dan perempuan. Maryam berkata: “Bagaimana mungkin akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah seorang manusia (wa lam yamsasni basyar) pun menyentuhku, dan akan bukan pula seorang pezina” (Q.S. Maryam: 20, Ali Imran: 47). Lam yamsasni basyar, ditafsirkan oleh al-Naisaburi dengan tidak pernah seorang suami pun mendekatiku, wa lam aku baginya, bukan pula seorang lacur (mendekatiku), dan aku sendiri bukan seorang pezina. Seorang anak tidak mungkin ada kecuali dari (hubungan) suami isteri atau berzina (al-Naisaburi, 1994: 180).
5. Menggambarkan Manusia pada umumnya
Alquran yang menggunakan kata basyar dalam pengertian manusia pada umumnya sebanyak 5 ayat, antara lain: “Ini tidak lain hanyalah perkataan manusia” In hadza illa qawl al-basyar (Q.S.  Al Muddathir: 25, Maryam: 17, Al Muddathir: 36, Maryam: 26).
6. Menyatakan proses penciptaan dari tanah
Di antara tanda-tanda kekuasan-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak/basyar tantasyirun (Q.S. Ar Ruum: 29. Sad: 71, dan Al Hijr: 28). Dia menciptakan kamu dari tanah, dimaksud adalah basyar (manusia), kemudian menjadi manusia yang terdiri dari daging dan darah yaitu keturunannya yang tersebar di permukaan bumi (al-Naisaburi, 1994: 431)
7. Menunjukkan manusia akan menemui kematian
Alquran yang menerangkan kata basyar dalam pengertian semua manusia akan menemui kematian hanya 1 ayat, yaitu: Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia pun sebelum kamu (wa ma ja’alna li basyar min qablik al-khuld), maka jikalau kamu (Muhammad) mati, apakah mereka akan kekal? Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. (Q.S. Al Anbiya: 34-35).
*      ‘ABDUN/HAMBA
Secara bahasa, menurut KBBI,  hamba artinya (1) abdi; budak belian, (2) saya. Hamba Allah menurut KBBI = manusia.

Dalam bahasa Arab, hamba Allah disebut Abdullah ('Abd Allah). Hamba ('abid) artinya orang yang mengabdi atau orang yang beribadah --dari akar kata 'abada-ya'budu-'abid.

Dengan demikian, hamaba Allah artinya manusia, seseorang, atau bisa siapa. Yang jelas, penggunakan nama "hamba Allah" dalam daftar donasi atau infak-sedekah dimaksudkan untuk menyembunyikan identitas agar 
terhindar dari riya'.

Semua manusia adalah hamba Allah. Harus menghamba, menyembah, mengabdi, beribadah, atau tunduk pada aturan Allah SWT (Syariat Islam).
*      يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ وَ الَّذِيْنَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ

"Wahai manusia ! Sembahlah olehmu akan Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum kamu, supaya kamu ter­pelihara (bertakwa)" (QS Al-Baqarah:21).

Menurut 
Tafsir Al-Azhar, di ayat 21 kita (manusia) disuruh menyembah Allah. Itulah Tauhid Uluhiyah; penyatuan tempat menyembah. Sebab dia yang telah menjadikan kita dan nenek-moyang kita; tidak bersekutu dengan yang lain. Itulah Tauhid Rububiyah.

Ibnu Taimiyah berkata: “Kesempurnaan makhluk (manusia) adalah dengan merealisasikan al-‘ubudiyyah (penghambaan diri) kepada Allah"

Penghambaan diri kepada Allah SWT (‘Ubudiyyah) adalah kedudukan manusia yang paling tinggi di sisi Allah SWT. Dalam kedudukan ini, seorang manusia benar-benar menempatkan dirinya sebagai hamba Allah.
*      يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ

“Wahai manusia, kamulah yang bergantung dan butuh kepada Allah; sedangkan Allah Dia-lah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji” (QS Faathir: 15)
Demikian sekilas pengertian hamba Allah secara bahasa dan istilah. Penggunan nama "hamba Allah" agar terhindar dari riya'.

Islam mengajarkan agar jika kita bersedekah atau berbuat baik, hendaknya ikhlas karena Allah semata, tidak muncul hasrat ingin dipuji atau disanjung manusia dengan memamerkannya.Wallahu a'lam bish-shawab.

*      KHALIFAH
            Kata berasal dari kata “khalf” (menggantikan, mengganti), atau kata “khalaf” (orang yang datang kemudian) sebagai lawan dari kata “salaf” (orang yang terdahulu). Sedangkan arti khilafah adalah menggantikan yang lain, adakalanya karena tidak adanya (tidak hadirnya) orang yang diganti, atau karena kematian orang yang diganti, atau karena kelemahan/tidak berfungsinya yang diganti, misalnya Abu Bakar ditunjuk oleh umat Islam sebagai khalifah pengganti Nabi SAW, yakni penerus dari perjuangan beliau dan pemimpin umat yang menggantikan Nabi SAW. setelah beliau wafat, atau Umar bin Khattab sebagai pengganti dari Abu Bakar dan seterusnya; dan adakalanya karena memuliakan (memberi penghargaan) atau mengangkat kedudukan orang yang dijadikan pengganti. Pengertian terakhir inilah yang dimaksud dengan “Allah mengangkat manusia sebagai khalifah di muka bumi”, sebagaimana firmanNya dalam Q.S. Fathir ayat 39, Q.S. al-An’am ayat 165.
Manusia adalah makhluk yang termulia di antara makhluk-makhluk yang lain (Q.S. al-Isra’: 70) dan ia dijadikan oleh Allah dalam sebaik-baik bentuk/kejadian, baik fisik maupun psikhisnya (Q.S. al-Tin: 5), serta dilengkapi dengan berbagai alat potensial dan potensi-potensi dasar (fitrah) yang dapat dikembangkan dan diaktualisasikan seoptimal mungkin melalui proses pendidikan. Karena itulah maka sudah selayaknya manusia menyandang tugas sebagai khalifah Allah di muka bumi.
            Tugas manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi antara lain menyangkut tugas mewujudkan kemakmuran di muka bumi (Q.S. Hud : 61), serta mewujudkan keselamatan dan kebahagiaan hidup di muka bumi (Q.S. al-Maidah : 16), dengan cara beriman dan beramal saleh (Q.S. al-Ra’d : 29), bekerja-sama dalam menegakkan kebenaran dan bekerjasama dalam menegakkan kesabaran (Q.S. al-’Ashr : 1-3). Karena itu tugas kekhalifahan merupakan tugas suci dan amanah dari Allah sejak manusia pertama hingga manusia pada akhir zaman yang akan datang, dan merupakan perwujudan dari pelaksanaan pengabdian kepadaNya (’abdullah).
Tugas-tugas kekhalifahan tersebut menyangkut: tugas kekhalifahan terhadap diri sendiri; tugas kekhalifahan dalam keluarga/rumah tangga; tugas kekhalifahan dalam masyarakat; dan tugas kekhalifahan terhadap alam.
            Tugas kekhalifahan terhadap diri sendiri meliputi tugas-tugas: (1)  menuntut ilmu pengetahuan (Q.S.al-Nahl: 43), karena manusia itu adalah makhluk yang dapat dan harus dididik/diajar (Q.S. al-Baqarah: 31) dan yang mampu mendi¬dik/mengajar (Q.S. Ali Imran: 187, al-An’am: 51); (2) menjaga dan memelihara diri dari segala sesuatu yang bisa menimbulkan bahaya dan kesengsaraan (Q.S. al-Tahrim: 6) termasuk di dalamnya adalah menjaga dan memelihara kesehatan fisiknya, memakan makanan yang halal dan sebagainya; dan (3) menghiasi diri dengan akhlak yang mulia. Kata akhlaq berasal dari kata khuluq atau khalq. Khuluq merupakan bentuk batin/rohani, dan khalq merupakan bentuk lahir/ jasmani. Keduanya tidak bisa dipisahkan, dan manusia terdiri atas gabungan dari keduanya itu yakni jasmani (lahir) dan rohani (batin). Jasmani tanpa rohani adalah benda mati, dan rohani tanpa jasmani adalah malaikat. Karena itu orang yang tidak menghiasi diri dengan akhlak yang mulia sama halnya dengan jasmani tanpa rohani atau disebut mayit (bangkai), yang tidak saja membusukkan dirinya, bahkan juga membusukkan atau merusak lingkungannya.
            Tugas kekhalifahan dalam keluarga/rumah tangga meliputi tugas membentuk rumah tangga bahagia dan sejahtera atau keluarga sakinah dan mawaddah wa rahmah/cinta kasih (Q.S. ar-Rum: 21) dengan jalan menyadari akan hak dan kewajibannya sebagai suami-isteri atau ayah-ibu dalam rumah tangga.
            Tugas kekhalifahan dalam masyarakat meliputi tugas-tugas : (1) mewujudkan persatuan dan kesatuan umat (Q.S. al-Hujurat: 10 dan 13, al-Anfal: 46); (2) tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan (Q.S. al-Maidah: 2); (3) menegakkan keadilan dalam masyarakat (Q.S. al-Nisa’: 135); (4) bertanggung jawab terhadap amar ma^ruf nahi munkar (Q.S. Ali Imran: 104 dan 110); dan (5) berlaku baik terhadap golongan masyarakat yang lemah, termasuk di dalamnya adalah para fakir dan miskin serta anak yatim (Q.S. al-Taubah: 60, al-Nisa’: 2), orang yang cacat tubuh (Q.S. ’Abasa: 1-11), orang yang berada di bawah penguasaan orang lain dan lain-lain.
            Sedangkan tugas kekhalifahan terhadap alam (natur) meliputi tugas-tugas: (1) mengkulturkan natur (membudidayakan alam), yakni alam yang tersedia ini agar dibudidayakan, sehingga menghasilkan karya-karya yang bermanfaat bagi kemaslahatan hidup manusia; (2) menaturkan kultur (mengalamkan budaya), yakni budaya atau hasil karya manusia harus disesuaikan dengan kondisi alam, jangan sampai merusak alam atau lingkungan hidup, agar tidak menimbulkan malapetaka bagi manusia dan lingkungannya; dan (3) mengIslamkan kultur (mengIslamkan budaya), yakni dalam berbudaya harus tetap komitmen dengan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil-’alamin, sehingga berbudaya berarti mengerahkan segala tenaga, cipta, rasa dan karsa, serta bakat manusia untuk mencari dan mene-mukan kebenaran ajaran Islam atau kebenaran ayat-ayat serta keagungan dan kebesaran Ilahi.
Dari berbagai uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa manusia sebagai makhluk Allah harus mampu mengemban amanah dari Allah, yaitu menjalankan tugas-tugas hidupnya di muka bumi. Manusia sebagai makhluk Allah mempunyai dua tugas utama, yaitu: (1)  sebagai ’abdullah, yakni hamba Allah yang harus tunduk dan taat terhadap segala aturan dan KehendakNya serta mengabdi hanya kepadaNya; dan (2) sebagai khalifah Allah di muka bumi, yang meliputi pelaksanaan tugas kekhalifahan terhadap diri sendiri, dalam keluarga/rumah tangga, dalam masyarakat, dan tugas kekhalifahan terhadap alam.
















Manusia diciptakan Allah Swt. Berasal dari saripati tanah, lalu menjadi nutfah, alaqah, dan mudgah sehingga akhirnya menjadi makhluk yang paling sempurna yang memiliki berbagai kemampuan. Oleh karena itu, manusia wajib bersyukur atas karunia yang telah diberikan Allah Swt.
Al-Quran menerangkan bahwa manusia berasal tanah dengan mempergunakan bermacam-macam istilah, seperti : Turab, Thien, Shal-shal, dan Sualalah. Hal ini dapat diartikan bahwa jasad manusia diciptakan Allah dari bermacam-macam unsure kimiawi yang terdapat dari tanah. Sebagai makhluk yang dibekali dengan berbagai kelebihan jika dibandingan denagn makhluk lain, sudah sepatutnya manusia mensyukuri anugrah tersebut dengan berbagai cara, diantaranya dengan memaksimalkan semua potensi yang ada pada diri kita. Kita juga dituntut untuk terus mengembangkan potensi tersebut dalam rangka mewujudkan tugas dan tanggung jawab manusia sebagai makhluk dan khalifah di bumi.

BAB IV
            Konsep manusia sebagai basyar, abdun dan khalifah Dalam al-Qur’an, ada tiga kata yang digunakan untuk menunjukkan arti manusia, yaitu kata insan, kata basyar dan kata Bani Adam. Kata insan dalam al-Qur’an dipakai untuk manusia yang tunggal, sama seperti ins. Sedangkan untuk jamaaknya dipakai kata an-nas, unasi, insiya, anasi. Adapun kata basyar dipakai untuk tunggal dan jamak
            Di sisi lain diamati bahwa banyak ayat-ayat al-Qur’an yang menggunakan kata basyar yang mengisyaratkan bahwa proses kejadian manusia sebagai basyar, melalui tahapan-tahapan sehingga mencapai tahapan kedewasaan
Dari pengertian insan dan basyar, manusia merupakan makhluk yang dibekali Allah dengan potensi fisik maupun psihis yang memiliki potensi untuk berkembang. Al-Qur’an berulangkali mengangkat derajat manusia dan berulangkali pula merendahkan derajat manusia. Manusia dinobatkan jauh mengungguli alam surga, bumi dan bahkan para malaikat. Allah juga menetapkan bahwa manusia dijadikan-Nya sebagai makhluk yang paling sempurna keadaannya dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain. Allah sendirilah yang menciptakan manusia yang proporsional [adil] susunannya.
Masjkoery, A. Qohar. et al. 2003. Pendidikan Agama Islam. Jakarta:Gunadarma
Ilmu Dari Islamwiki (2009,29 januari ) , https://unneyney.wordpress.com/2013/05/07/basyar-abdun-dan-khalifah/. Al-Quran dan terjemahan ( 2010,5 agustus )Al-Quran dan terjemahan surah almuminun’.Diperoleh1Oktober2016, dari http://alqurandanterjemahan.wordpress.com/2010/08/24/surah-al-mukminun-dan-terjemaha, www.risalahislam.com


       


Comments

Popular posts from this blog